Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Peminat K3RS Sedikit?

 



Sebagain besar lulusan K3 pasti bermimpi bisa bekerja di K3 sektor tambang, proyek atau manufaktur. Menurut mereka bekerja disana terkesan keren, bonafit dan tentu saja gaji nya kompetitif. Makanya setelah lulus pasti deh mereka akan langsung mencari lowongan pekerjaan K3 di sektor-sektor tersebut.

Beda dengan tambang, proyek atau pabrik, K3 di rumah sakit masih terbilang sedikit peminatnya. Jarang sekali ada orang yang bermimpi untuk berkarir di K3RS. K3 di rumah sakit bisa dibilang masih dianggap sebelah mata. Bahkan masih ada orang yang menyangka bahwa sektor rumah sakit tidak membutuhkan K3 atau kaget kalau ternyata di rumah sakit ada K3 nya.

Ada banyak faktor yang membuat kenapa K3RS sangat sedikit peminatnya. Faktor-faktor ini

K3RS sendiri bisa dianggap sebgai jabatan baru di industry rumah sakit Indonesia. Kalau tidak ada akreditasi RS, maka bisa dipastikan jabatan K3 tidak akan ada di rumah sakit. Akreditasi RS sendiri baru 5 tahun belakangan aja digalakkan oleh pemerintah. Kalau berkaca pada tahun 2015 kebawah, akreditasi RS belumlah seketat dan sedetail sekarang.

Gara-gara hal itu, maka jabatan K3 di rumah sakit ya baru ada sejak 5 tahun belakangan saja. Kalaupun ada RS yang sudah punya K3 sebelum 2015 paling ya bisa dihitung jari saja, atau kalaupun ada paling ya orang K3 nya masih bersifat fungsional (belum fulltimer) dan dipegang oleh orang yang bukan lulusan K3/Kesmas.

K3 di perusahaan non RS sudah sangat amat dikenal. Disana, K3 sudah menjadi komitmen manajemen perusahaan. Komitmen ini dapat dilihat adanya program k3, audit K3, divisi K3, dan p2K3nya. Praktisi K3 biasanya fulltimer, ada divisi tersendiri, dipegang oleh lulusan Kesmas/K3/Teknik Lingkungan. Ia juga punya system audit tersendiri yakni SMK3 atau ISO 45001. Nah inilah yang membedakannya dengan K3RS.

Dibandingkan dengan K3, komitmen RS lebih kepada keselamatan pasien. Hamper semua RS pasti begitu. Hal ini wajar adanya, soalnya ya operasioanl RS sangat terkait dengan pasien. Kesembuhan dari pasien adalah hal utama dalam bisnis rumah sakit. Sayangnya, komitmen tersebut tidak dibarengi dengan komitmen terhadap K3 nya.  Entah karena K3 di rumah sakit merupakan ilmu baru atau memang dianggap tidak begitu penting.

Padahal kalau kita cermati baik-baik, keselamatan pasien tidak akan terjadi kalau tidak ada kinerja K3 di dalamnya. Begitu pula dengan mutu rumah sakit. Mutu rumah sakit akan sangat terbantu bila kinerja K3 di rumah sakit sudah maksimal. Pencegahan terkait infeksi pun akan jauh lebih optimal bila K3 di rumah sakitnya sudah berjalan dengan baik. Makanya menurut saya, K3 tetaplah penting di rumah sakit.

Masalahnya adalah K3 di rumah sakit kalah pamornya dengan keselamatan pasien, mutu atau pengendalian infeksi. Hal ini bisa disebabkan karena tidak adanya system audit khusus K3 di rumah sakit. Sistem audit rumah sakit sendiri lebih fokus pada keselamatan pasien. Memang ada poin yang terkait k3nya, tapi itu tidaklah detail dan hanya sebatas permukaannya saja.

Hal ini berdampak dengan eksistensi K3 di rumah sakit. K3 jadi dianggap sebelah mata. K3 jadi tidak begitu penting dan dianggap bisa dipegang secara fungsional atau part timer. Akibat dari kurangnya eksistensi ini, maka keilmuan K3 jadi tidak bisa teredukasi dengan maksimal di rumah sakit. Dampaknya ya K3 masih terasa asing bagi para staf rumah sakit, baik yang medis ataupun nonmedis.

Coba kamu tanyakan saja pada staf rumah sakit, K3 itu kerjanya ngapain, pasti sebagain besar banyak yang tidak tahu mengenai jobdesk K3. Lain halnya Ketika kamu tanyakan pada pekerja pabrik/proyek, pasti deh setiap orang baik itu operator atau manajemen, tahu siapa orang K3 dan apa kerjaannya.

Di rumah sakit, K3 banyak ditempatkan dibawah bagian umum atau general affairs (GA). Berhubung ditempatkan dibagian umum, K3RS mau gak mau akan melakukan pekerjaan orang umum/GA juga. Malah dibandingkan dengan tugas K3nya, tugasnya sebagai orang umum/GA malah seringkali lebih banyak. Lucu ya, padahal umum/GA ini biasanya akan diawasi oleh K3 jika di perusahaan, tapi kok kalau di RS malah kebalik.

Hal ini lagi-lagi disebabkan karena kurangnya pengetahuan staf RS terhadap K3. K3 pun tidak menjadi komitmen rumah sakitnya. Sehingga ya kinerjanya masih dianggap sepele. Mata rantai ini sudah berjalan puluhan tahun, maka jangan heran kalau masih ada rumah sakit yang belum mempunyai staf K3RS fulltimer  hingga saat ini. Hal ini juga yang mungkin kamu sadari bahwa sangat sedikit lowongan K3RS di portal job online. Baik itu lowongan safety officer atau kordinator/spv K3. Ya soalnya biasanya satu rumah sakit Cuma membutuhkan satu orang K3 saja. Satu orang inilah yang akan mengurus semuanya. Jabatan SPV/Kordinator K3 yang murni hanya untuk K3 di RS hingga saat ini bisa dikatakan tidak ada. Karena atasan langsung K3RS biasanya direktur atau kepala bagian umum/GA atau malah kepala teknisi.

Hal-hal inilah yang membuat K3RS sepi peminatnya. Karena sepi peminatnya, biasanya yang daftar menjadi K3RS pasti fresh graduate.  Mereka pun sangat jarang yang akan bertahan hingga 3 tahun lebih, soalnya sudah menjadi ruhnya orang K3 untuk bekerja di perusahaan yang komitmen K3nya kuat. Hal ini tentu akan membuat kisaran gaji untuk K3RS belumlah sekompetitif K3 di perusahaan non RS. Gara-gara ini K3 jadi makin sedikit peminatnya.

Semoga dengan adanya pandemic ini, rumah sakit jadi semakin berbenah untuk menngkatkan komitmen K3 nya. Karena hanya dengan begitulah maka K3 di rumah skait akan bisa lebih eksis, lebih menjual dan lebih dibutuhkan. Kalau sudah begitu, maka efek jangka panjangnya akan ada system audit khusus K3 wajib di RS dan K3RS akan kebanjiran peminatnya.

 

Posting Komentar untuk "Mengapa Peminat K3RS Sedikit?"