Lebih Detail dengan Program Manajemen Resiko Fasilitas
Program
manajemen resiko fasilitas dan keselamatan atau yang disingkat Program MFK
merupakan sebuah program yang bertujuan untuk mengelola resiko yang ada di
rumah sakit khususnya resiko pada fasilitas, keselamatan dan lingkungan, baik
yang ada di area pasien atau area kerja staf. Dalam akreditasi SNARS 2018,
program ini wajib dibuat dan dilaksanakan karena masuk dalam elemen penilaian
di MFK.
Pada
prosesnya banyak orang yang salah paham terkait program ini. Banyak yang
beranggapan bahwa program MFK sama halnya dengan Program K3RS. Padahal keduanya
merupakan program yang berbeda. Untuk perbedaannya sendiri, kamu bisa baca
tulisan sebelumnya.
Sebelum
melanjutkan ke pembahasan mengenai Program MFK, ada baiknya kita melihat
sejarah pembentukan standar akreditasi SNARS 2018. Sebelum adanya SNARS,
akreditasi memakai versi KARS 2012 sebagai standar penilaiannya. Sejak 2018,
KARS 2012 diganti dengan SNARS 2018 agar memenuhi perkembangan zaman.
SNARS
2018 sendiri banyak terinspirasi dari standarnya JCI. Bila kamu membandingkan
dua standar tersebut kamu akan menemukan kemiripan di dalamnya. Makanya bila
kamu mengikuti akreditasi SNARS 2018, kamu bisa belajar dari teman kamu yang
sudah mengalami akreditasi JCI sebelumnya.
Sama
halnya dengan SNARS 2018, JCI juga meminta adanya program manajemen resiko
fasilitas di rumah sakit. Nah, saya sendiri pernah melihat contoh program MFK
versi JCI sebuah rumah sakit. Program tersebut sangatlah simpel, namun detail. Di
JCI kebanyakan program MFK tidak berbentuk program induk, melainkan program
yang terpisah-pisah.
Program
menajemen resiko fasilitas baik di JCI atau SNARS meliputi hal yang sama yakni,
keselamatan dan keamanan, pengelolaan B3, kewaspadaan bencana, proteksi kebakaran,
pengelolaan utilitas dan alat medis. Di Rumah Sakit yang saya lihat itu, mereka
membuat program dari keenam lingkup program MFK. Jadi mereka membuat enam
program MFK.
Program
nya dibuat layaknya sebuah program dimana di dalamnya ada timeline dan
budgetnya. Namun untuk program MFK sendiri dibedakan dengan program kerja
sebuah unit. Kedua program berdiri sendiri-sendiri, namun terdapat benang merah
diantaranya.
Lalu
bagaimana dengan program pengelolaan alat medis dan utilitas? Apakah bisa
disamakan dengan program kerjanyanya IPSRS dan elektromedis?
Jawabannya
tidak. Di program MFK kamu fokus pada pengelolaan resiko yang ada di alat medis
dan sistem utilitas. Jadi tentu saja akan berbeda. Kalau program kerja IPSRS
lebih fokus pada pekerjaannya sebagai IPSRS, pembelian alat ini itu atau pun perbaikannya,
nah sedangkan di program MFK, pengelolaan utilutas lebih fokus untuk
pengendalian resiko di lingkup pekerjaan pengelolaan utilitas.
Nah sudah
terlihat kan perbedaannya?
Makanya
Dalam pembuatan program MFK ini, sebaiknya orang yang membuatnya adalah orang
yang berkompetensi atau tersertifikasi dalam manajamen resiko. Soalnya orang
ini lah yang memahami cara pengendalian bahaya dan resiko yang ada.
Lantas
siapakah yang membuat program MFK?
Saya
merekomendasikan agar Orang K3 lah yang membuatnya. Tentu saja orang K3 yang
sudah tersertifikasi ahli K3 Umum atau K3RS.
Setiap
tahunnya, K3 membuat program MFK, lalu disahkan bersama unit terkait dan
ketuanya. Contohnya dalam program pengelolaan utilitas. Nah Tim K3 membuat
program pengelolaan utilitas, lalu disetujui oleh Ketua IPSRSnya dan diketahui
oleh Kepala Bagian Umum (atasan IPSRS). Program ini dijalankan oleh tim IPSRS
dan diawasi oleh Kepala Bagian umum dan Tim K3.
Dari
penjelasan ini sudah jelas kan bagaimana mekanisme program MFK di jalankan?
Lalu
reportnya bagaimana?
Nah
untuk laporan sendiri ada baiknya dibuat secara berkala. Saya sih merekomendasikan
agar Tim K3 yang membuatnya. Karena merekalah yang wajib mengetahui dan
menganalisa efektifitas dari program yang dijalankan. Bila suatu saat terjadi
insiden, maka program tersebut wajib direview ulang. Review program ini juga diminta
di standar MFK 2. Jadi nyambung kan?
Dari
pemaparan diatas saya lebih suka kalau program MFK dipisah-pisah saja. Agar
monitoring dan pengawasannya bisa berjalan lebih detail. Reportnya pun akan jauh
lebih komplit. Oiya saya ingin menambahkan satu contoh lagi terkait program MFK
yang berkaitan dengan K3, seperti program kewaspadaan bencana.
Apakah
program kewaspadaan bencana MFK boleh disamakan dengan program K3RS apabila di
program K3RS ada sub poin tentang kewaspadaan bencana juga? Menurut saya sih
boleh-boleh saja. Asal programnya tetap dipisah dan laporannya dibedakan. Jadi baik
program atau laporan untuk program MFK kewaspadaan bencana sendiri dan K3RS nya
sendiri.
Nah
bila melihat goals program MFK ini kamu jadi bisa membedakan kan bagaimana
perbedaannya antara program MFK dengan Program K3RS. Program MFK fokus pada
pengelolaan resiko, sedangan program K3RS lebih ke perencanaan K3 di rumah
sakit sesuai PMK 66 tahun 2016. Bila di breakdown lagi, kamu akan menemukan fakta
bahwa program K3RS berbeda dengan program Tim K3RS. Nah lho?
Oke
tulisan selanjutnya saya akan menulis tentang hal itu jadi sering-sering
berkunjung di blog ini ya guys. Bila kamu masih bingung dengan penjelasan
diatas silakan komentar di bawah agar kita bisa berdiskusi lebih lanjut.
kakak tulisannya bagus sekali...saya mau bertanya apakah ada contoh dari laporan MFK dan laporan K3RS yang berbeda tadi kak? sebagai referensi saya untuk lebih memahaminya lagi. Terima kasih.
BalasHapus