Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Insiden K3 di Rumah Sakit

 

laporan insiden k3 rumah sakit

Dalam pengelolaan insiden di rumah sakit, dibutuhkan sebuah dokumentasi yang baik. Dokumentasi insiden dapat dimulai dari pencatatan setiap insiden yang ada. Insiden terkait K3 sendiri sebetulnya bisa kita cek di PMK 66 tahun 2016 tentang SMK3RS.

Di permenkes tersebut, hal-hal yang masuk dalam insiden K3 adalah insiden kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, insiden yang meliputi keselamatan dan kemanan fasilitas, insiden B3, insiden bencana, insiden kebakaran, insiden utilitas dan alat medis.

Di dunia K3 sendiri insiden K3 yang biasa dicatat dan dilaporkan adalah seputar kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, nearmiss, unsafe act dan condition. Nah buat K3RS jangan lupa kamu tambahkan insiden nearmiss, unsafet act dan unsafe condition yaa.

Di dunia K3, laporan kecelakaan kerja biasanya meliputi insiden-insiden diatas, misal kerusakan properti, masalah keamanan, bencana, kecelakaan kerja/penyakit akibat kerja insiden lingkungan dan insiden nearmiss. Khusus untuk insiden unsafe act dan condition biasanya laporannya berbeda.

Nah di rumah sakit, biasanya si K3RS menggunakan form yang berbeda di setiap jenis insiden yang terjadi. Form kecelakaan kerja sendiri, form penyakit akibat kerja sendiri, form kerusakan fasilitas sendiri, form tumpahan B3 sendiri dan form bencana sendiri. Hal ini lumrah terjadi di dunia K3 rumah sakit karena adanya standar akreditasi.

Di standar akreditasi MFK memang diminta dalam elemen penilaiannya mengenai laporan insiden MFK (MFK 10). Nah namun karena di MFK itu terdiri dari berbagai unit (K3, kesling, umum, IPSRS), dan pelaksanaan standar MFK diserahkan ke unit-unit, maka biasanya unit-unit itu membuat form masing-masing. Misal K3 membuat form kecelakaan kerja dan bencana, umum membuat form masalah keamanan, IPSRS membuat form kerusakan alat dan kesling membuat form lingkungan/B3. Hal inilah yang membuat banyak sekali form insiden di rumah sakit.

Padahal konsepnya tidak seperti itu.

Kita harus kembali berpegang pada definisi kecelakaan kerja. Secara teori kecelakaan kerja merupakan kejadian tidak diinginkan yang menyebabkan kerugian dan celaka. Celaka disini maksudnya tidak sebatas pada manusia saja, melainkan pada properti, keamanan dan lingkungan. Bila ada properti damage, ya masuk laporan kecelakaan kerja. Bila ada insiden lingkungan ya masuk laporan kecelakaan kerja, atau bila ada pencurian di tempat kerja ya masuk kecelakaan kerja. Makanya di dunia K3 non RS, laporan insiden kecelakaan kerja dipakai untuk seluruh insiden diatas.

Nah bila kita berbicara tentang K3RS, maka kita bicara juga tentang MFK. Di MFK kita mengenal 6 elemen MFK yang sebutulnya kalau dicermati ya itu bagian dari K3. Insiden yang terjadi di enam elelem MFK itu seluruhnya merupakan kejadian yang merugikan, dimana hal tersebut masuk dalam definisi kecelakaan kerja. Makanya bila ada K3RS yang menggunakan form kecelakaan kerja untuk seluruh insiden MFK maka hal tersebut adalah benar dan tidak perlu dipertanyakan.

Masalahnya di rumah sakit banyak sekali jenis insidennya. Ada insiden keselamatan pasien, insiden HAIs, insiden K3 dan insiden fasilitas. Orang PMKP punya insiden sendiri, orang PPI punya insiden sendiri, orang MFK punya insiden sendiri. Banyaknya insiden tersebut menyebabkan beberapa rumah sakit atau orang dari PMKP berencana untuk menggabungkan seluruh insiden di rumah sakit ke dalam satu form.

Belum lagi surveyor akreditasi yang suka merekomendasikan hal-hal unik. Misalnya soal MFK dan K3. Tidak sedikit surveyor yang beranggapan kalau program K3 dan MFK adalah berbeda. Bahkan saat akreditasi, bila rumah sakit menamakan progarm MFK nya sebagai Program K3, sudah pasti deh bakal jadi temuan. Padahal kalau melihat SMK3RS di PMK 66 Tahun 2016, Program K3 adalah program MFK.

Lalu soal insiden pun serupa. Masih banyak surveyor yang beranggapan kalau kecelakaan kerja itu masih sebatas pada manusia saja, bila terjadi pada lingkungan atau fasilitas itu bukan kecelakaan kerja. Padahal lagi lagi, definisi kecelakaan kerja sudah merangkum hal itu semua.

Inailah yang menyebabkan kerumitan-kerumitan tidak penting di rumah sakit. Masih banyak yang misspersepsi tentang konsep K3 di rumah sakit.

INFOK3RS id sendiri merekomendasikan untuk membuat form laporan kecelakaan kerja yang mencakup seluruh insiden MFK, baik itu properti, alat medis, lingkungan atau bencana. Jadi di dalam laporan kecelakaan kerja ada kategori insiden itu semua.

Bila ada kasus hasil uji IPAL tidak memenuhi baku mutu, maka dilaporkan lewat form kecelakaan kerja. Bila ada kasus kekerasan di rumah sakit maka dilaporkan dengan form kecelakaan kerja. Bila ada insiden neamiss dilaporkan di form kecelakaan kerja.

Lalu bagaimana dengan insiden fasilitas?

Apakah seluruh fasilitas rusak harus dilaporkan sebagai kasus kecelakaan kerja? Nah ini tinggal dikembalikan saja ke definisi kerusakan fasilitas seperti apa yang dianggap kecelakaan kerja. Biasanya bisa dilihat dari nilai aset tersebut. Misal seluruh fasilitas dengan nilai aset diatas 10 juta bila rusak itu dianggap sebagai kecelakaan kerja.

Gimana simpel kan?

Lalu INFOK3RS ID juga merekomendasikan untuk membuat dua form kecelakaan kerja. Satu form bernama Form Laporan Awal Kecelakaan kerja dan satu lagi bernama Form Kecelakaan Kerja dan Investigasi.

Form laporan awal berisi laporan singkat kejadian yang terjadi yang wajib dilaporkan dalam kurun waktu 1 x 24 jam. Nah laporan secara mendetail dan investigasi lengkapnya baru dilakukan di Form Kecelakaan kerja dan Investigasi, yang biasa dilaporkan dalam kurun waktu 3x24 jam.

Lalu apakah baiknya form ini digabung atau dipisah dengan Laporan insidennya PMKP? Kami sarankan sih dipisah saja. Karena lagi-lagi IKP dan K3 punya dunia dan sasaran yang berbeda di rumah sakit.

Posting Komentar untuk "Laporan Insiden K3 di Rumah Sakit"